Entri yang Diunggulkan

ASUHAN KEPERAWATAN TETRALOGY OF FALLOT ( TOF )

TETRALOGY OF FALLOT BAB I PENDAHULUAN A.     LATAR BELAKANG Tetralogi of Fallot (TOF) adalah suatu penyakit dengan kelainan b...

Friday, 11 November 2016

ASUHAN KEPERAWATAN TETRALOGY OF FALLOT ( TOF )



TETRALOGY OF FALLOT

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Tetralogi of Fallot (TOF) adalah suatu penyakit dengan kelainan bawaan yang merupakan kelainan jantung bawaan sianotik yang paling banyak dijumpai. Dimana TOFmenempati urutan keempat penyakit jantung bawaan pada anak setelah defek septum ventrikel, defek septum atrium dan duktus arteriosus persisten, atau kurang lebih 10-15% dari seluruh penyakit jantung bawaan, diantara penyakit jantung bawaan sianotik TOF merupakan 2/3 nya. TOFF merupakan penyakit jantung bawaan yang paling sering ditemukan yang ditandai dengan sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke kiri. Dari banyaknya kasus kelainan jantung serta kegawatan yang ditimbulkan akibat kelainan jantung bawaan ini, maka sebagai seorang perawat dituntut untuk mampu mengenali tanda kegawatan dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat (Staf IKA, 2007).
TOF adalah penyakit jantung kongenital yang merupakan suatu bentuk penyakit kardiovaskuler yang ada sejak lahir dan terjadi karena kelainan perkembangan dengan gejala sianosis karena terdapat kelainan VSD, stenosis pulmonal, hipertrofiventrikel kanan, dan over riding aorta (Nursalam dkk, 2005).




 BAB II
TINJAUAN TEORI
A.    Definisi
Tetralogi of Fallot (TOF) adalah kelainan jantung kongenital dengan gangguan sianosis yang ditandai dengan kombinasi 4 hal yang abnormal meliputi Defek septum ventrikel, stenosis pulmonal, over riding aorta, dan hipertrofi ventrikel dextra (Buku Ajar Kardiologi Anak, 2002).
TOF adalah penyakit jantung kongenital dengan kelainan struktur jantung yang muncul pada saat lahir dan terjadi perubahan aliran darah di jantung. Tetralogy of Fallot (TOF) melibatkan empat kelainan jantung, yaitu            :
a.       Stenosis Pulmonal
Hal ini diakibatkan oleh penyempitan dari katup pulmonal, dimana darah mengalir dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis. Secara fisiologis, darah yang sedikit oksigen dari ventrikel kanan akan mengalir melalui katup pulmonal, masuk ke dalam arteri pulmonalis, dan keluar ke paru-paru untuk mengambil oksigen. Pada stenosis pulmonal, jantung harus bekerja lebih keras dari biasanya untuk memompa darah dan tidak cukup darah untuk mencapai paru-paru.
b.      Ventricular Septal Defect (VSD)
Jantung memiliki dinding yang memisahkan dua bilik pada sisi kiri dan dua bilik di sisi kanan yang disebut septum. Septum berfungsi untuk mencegah bercampurnya darah yang miskin oksigen dengan darah yang kaya oksigen diantara kedua sisi jantung. Pada VSD dijumpai lubang di bagian septum yang memisahkan kedua ventrikel di ruang bawah jantung. Lubang ini memungkinkan darah yang kaya oksigen dari ventrikel kiri untuk bercampur dengan darah yang miskin oksigen dari ventrikel kanan.
c.       Overriding Aorta
Ini merupakan kelainan pada aorta yang merupakan arteri utama yang membawa darah yang kaya oksigen ke seluruh tubuh. Secara anatomi jantung yang normal, aorta melekat pada ventrikel kiri. Hal ini memungkinkan hanya darah yang kaya oksigen mengalir ke seluruh tubuh. Pada TOF, aorta berada di antara ventrikel kiri dan kanan, langsung di atas VSD. Hal ini mengakibatkan darah yang miskin oksigen dari ventrikel kanan mengalir langsung ke aorta bukan ke dalam arteri pulmonalis kemudian ke paru-paru.
d.      Hipertrofi Ventrikel Kanan (RVH)
Kelainan ini terjadi jika ventrikel kanan menebal karena jantung harus memompa lebih keras dari yang seharusnya agar darah dapat melewati katup pulmonal yang menyempit. Obstruksi aliran darah arteri pulmonal biasanya pada kedua infundibulum ventrikel kanan dan katup pulmonal. Obstruksi total dari aliran ventrikel kanan (atresia pulmonal) dengan VSD diklasifikasikan dalam bentuk ekstrim dari TOF.

TOF adalah defek jantung yang terjadi secara kongenital dimana secara khusus mempunyai 4 kelainan anatomi jantungnya. TOF ini merupakan penyebab tersering pada Cyanotik Heart Defect dan juga pada Blue Baby Syndrom. TOF pertama kali dideskripsikan oleh Niels Stensen pada Tahun 1672. Tetapi, pada tahun 1888 seorang dokter dari Perancis yaitu Etienne Fallot menerangkan secara mendetail akan ke empat kelainan anatomi yang timbul pada TOF, yaitu            :
1.      Defek Septum Ventrikel ( lubang pada septum antara ventrikel kiri dan kanan).
2.      Stenosis pulmonal (penyempitan pada pulmonalis) yang menyebabkan obstruksi aliran darah dari ventrikel kanan ke arteri pulmonal.
3.      Transprosisi/oferreding aorta (katub aorta membesar dan bergeser ke kanan sehingga terletak lebih kanan, yaitu di septum interventrikuler).
4.      Hipertrofi ventrikel kanan (penebalan otot ventrikel kanan).
5.      Komponen yang paling penting dalam menentukan derajat beratnya penyakit adalah stenosis pulmonal dari sangat ringan sampai berat.

B.     Insidensi
Di negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, dilaporkan bahwa minimal 42% penduduknya terdiri atas anak dan remaja, sedangkan jumlah kelahiran bayi di Indonesia menurut statistik pada tahun 1983 sekitar 4.841.000. Bayi yang pada saat dilahirkan menghadapi suatu keadaan yang kritis sehingga mungkin sekali pada saat itu bayi terserang penyakit dan terjadi kematian. Menurut WHO (1981) bayi Indonesia yang tidak mencapai umur satu tahun sekitar 100 dari 1000 bayi yang lahir. Insidensi penyakit jantung kongenital berkisar antara 6-8 per 1000 kelahiran, sehingga bila jumlah kelahiran bayi pada tahun 1983 sekitar 4.841.000 diperkirakan pada tahun 1983 terdapat sekitar 38.728 kasus penyakit jantung kongenital baru di Indonesia.
Keseluruhan insiden dari tetralogi fallot sekitar 10 % dari seluruh bentuk penyakit jantung bawaan, dan malformasi kardiak tersering untuk terjadinya sianosis setelah 1 tahun kehidupan. Di antara semua penyakit jantung bawaan sianotik, Tetralogi fallot mempunyai insiden tertinggi yaitu kurang lebih 50 %.

C.     Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui secara pasti. diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor –faktor tersebut antara lain :
1.      Faktor endogen
a.       Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom, contohnya down syndrome, marfan syndrome.
b.      Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan misalnya VSD, pulmonary stenosis, and overriding aorta.
c.       Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi,  penyakit jantung atau kelainan bawaan.
2.      Faktor eksogen
a.       Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter, (thalidmide, dextroamphetamine. aminopterin, amethopterin, jamu).
b.      Ibu menderita penyakit infeksi : rubella.
c.       Efek radiologi (paparan sinar X).
d.      Ibu mengonsumsi alcohol dan merokok saat mengandung.
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90% kasus penyebab adalah multifaktor.
TOF lebih sering ditemukan pada anak-anak yang menderita Sindroma Down. TOF dimasukkan ke dalam kelainan jantung sianotik karena terjadi pemompaan darah yang sedikit mengandung oksigen ke seluruh tubuh, sehingga terjadi sianosis (kulit berwarna ungu kebiruan) dan sesak napas. Mungkin gejala sianotik baru timbul di kemudian hari, dimana bayi mengalami serangan sianotik saat bayi sedang menyusu atau menangis.
D.    Manifestasi Klinis
a.       Sianosis terutama pada bibir dan kuku.
b.      Bayi mengalami kesulitan untuk menyusu.
c.       Setelah melakukan aktivitas, anak selalu jongkok (squating) untuk mengurangi hipoksidengan knee chest position.
d.      Jari tangan clubbing (seperti tabuh genderang)
e.       Pertumbuhan dan perkembangan anak berlangsung lambat. Gangguan pada pertambahan tinggi badan terutama pada anak, keadaan gizi kurang dari kebutuhan normal, pertumbuhan otot-otot dari jaringan subkutan terlihat kendur dan lunak, masa pubertas terlambat.
f.        Sesak napas jika melakukan aktivitas, kadang disertai kejang atau pingsan dan setelah melakukan aktivitas, anak selalu jongkok.
g.      Berat badan bayi tidak bertambah.
h.      Pada auskultasi terdengar bunyi murmur pada batas kiri sternum tengah sampai bawah.

E.     Patofisiologi
Tetralogy of fallot biasanya berakibatkan oksigenasi yang rendah berhubungan dengan tercampurnya darah yang deoksigenasi dan oksigenasi pada ventricle kiri yang akan dipompakan ke aorta karena obstruksi pada katup pulmonal. Ini dikenal dengan istilah right-to-left shunt. Hal ini sering mengakibatkan kulit bayi menjadi pucat dan terlihat biru. Apabila Tetralogy of  fallot tidak ditangani pada jangka waktu yang panjang, maka akan mengakibatkan hipertrofi ventricle kanan progressive dan dilatasi  berhubung dengan resistensi yang meningkat pada ventricle kanan. Hal ini dapat menyebabkan DC kanan yang bisa berakhir dengan kematian.
Kesalahan dalam pembagian trunkus dapat berakibat letak aorta yang abnormal (overriding), timbulnya penyempitan pada arteri pulmonalis, serta terdapatnya defek septum ventrikel. Dengan demikian, bayi akan lahir dengan kelainan jantung dengan empat kelainan, yaitu defek septum ventrikel yang besar, stenosis pulmonal infundibular atau valvular, dekstro posisi pangkal aorta, dan hipertrofi ventrikel kanan. Derajat hipertrofi ventrikel kanan yang timbul bergantung pada derajat stenosis pulmonal. Pada 50% kasus stenosis pulmonal hanya infundibular, pada 10-25% kasus kombinasi infundibular dan valvular, dan 10% kasus hanya stenosis valvular. Selebihnya adalah stenosis pulmonal perifer.
Hubungan letak aorta dan arteri pulmonalis masih di tempat yang normal, overriding aorta terjadi karena pangkal aorta berpindah ke arah anterior mengarah ke septum. Klasifikasi overriding menurut Kjellberg:
1.      Tidak terdapat overriding aorta bila sumbu aorta desenden mengarah ke belakang ventrikel kiri.
2.      Pada overriding 25% sumbu aorta asenden ke arah ventrikel sehingga lebih kurang 25% orifisium aorta menghadap ke ventrikel kanan.
3.      Pada overriding 50% sumbu aorta mengarah ke septum sehingga 50% orifisium aorta menghadap ventrikel kanan.
4.      Pada overriding 75% sumbu aorta asenden mengarah ke depan venrikel kanan. Derajat overriding ini bersama dengan defek septum ventrikel dan derajat stenosis menentukan besarnya pirau kanan ke kiri.
Karena pada TOF terdapat empat macam kelainan jantung yang bersamaan, maka :
1.      Darah dari aorta sebagian berasal dari ventrikel kanan melalui lubang pada septum interventrikuler dan sebagian lagi berasal dari ventrikel kiri, sehingga terjadi percampuran darah yang sudah teroksigenasi dan belum teroksigenasi.
2.      Arteri pulmonal mengalami stenosis, sehingga darah yang mengalir dari ventrikel kanan ke paru-paru jauh lebih sedikit dari normal.
3.      Darah dari ventrikel kiri mengalir ke ventrikel kanan melalui lubang septum ventrikel dan kemudian ke aorta atau langsung ke aorta, akan tetapi apabila tekanan dari ventrikel kanan lebih tinggi dari ventrikel kiri maka darah akan mengalir dari ventrikel kanan ke ventrikel kiri (right to left shunt).
4.      Karena jantung bagian kanan harus memompa sejumlah besar darah ke dalam aorta yg bertekanan tinggi serta harus melawan tekanan tinggi akibat stenosis pulmonal maka lama kelamaan otot-ototnya akan mengalami pembesaran (hipertrofi ventrikel kanan).
Pengembalian darah dari vena sistemik ke atrium kanan dan ventrikel kanan berlangsung normal. Ketika ventrikel kanan menguncup, dan menghadapi stenosis pulmonalis, maka darah akan dipintaskan melewati defek septum ventrikel tersebut ke dalam aorta. Akibatnya darah yang dialirkan ke seluruh tubuh tidak teroksigenasi, hal inilah yang menyebabkan terjadinya sianosis.
Pada keadaan tertentu (dehidrasi, spasme infundibulum berat, menangis lama, peningkatan suhu tubuh atau mengedan), pasien dengan TOF mengalami hypoxic spell yang ditandai dengan: sianosis (pasien menjadi biru), mengalami kesulitan bernapas, pasien menjadi sangat lelah dan pucat, kadang pasien menjadi kejang bahkan pingsan. Sianosis timbul saat anak beraktivitas, makan/menyusu, atau menangis yang sering disebut ’tet spell’dimana terjadi vasodilatasi sistemik (pelebaran pembuluh darah di seluruh tubuh) yang menyebabkan peningkatan shunt dari kanan ke kiri (right to left shunt). Darah yang mengandung sedikit oksigen akan bercampur dengan darah yang kaya akan oksigen dimana percampuran darah tersebut dialirkan ke seluruh tubuh. Akibatnya, jaringan akan kekurangan oksigen dan menimbulkan gejala sianosis. Jika terjadi secara terus menerus, anak dapat mengalami pingsan dan menyebabkan hypoxic brain injury dan kematian. Untuk bayi yang tidak mengalami sianosis, disebut ’pink tet’.
Anak akan mencoba mengurangi keluhan tet spell yang mereka alami dengan berjongkok (squat)atau posisi lutut ke dada (knee chest position) untuk meningkatkan systemic vascular resistance (SVR)karena arteri femoralis terlipat. Hal ini akan meningkatkan aliran darah dari ventrikel kanan ke dalam paru-paru.
F.      Pemeriksaan Diagnostik
1.      Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65%. nilai AGD menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan pH.
2.      Radiologis
Sinar-X pada thoraks didapat gambaran penurunan aliran darah pulmonal, gambaran penurunan aliran darah pulmonal, gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu boot (boot shape).
3.      Elektrokardiogram
-          Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan.
-          Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan, kadang terdapat juga hipertrofi atrium kanan.
-          Pada anak yang sudah besar dijumpai P pulmonal
4.      Ekokardiografi
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel kanan, penurunan ukuran arteri pulmonalis dan penurunan aliran darah ke paru-paru.
5.      Kateterisasi
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui Defek Septum Ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronaria dan mendeteksi stenosis pulmonal perifer. Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan ventrikel kanan, dengan tekanan pulmonalis normal atau rendah.
G.    Penatalaksanaan
Tata laksana ToF tergantung dari beratnya gejala dan dari tingkat hambatan pulmoner. Operasi merupakan satu-satunya terapi kelainan ini, bertujuan meningkatkan sirkulasi arteri pulmonal. Prostaglandin (0,2 μg/kg/menit) dapat diberikan untuk mempertahankan duktus arteriosus sambil menunggu operasi. Dapat dilakukan dua jenis operasi yakni operasi paliatif dan operasi korektif. Operasi paliatif adalah dengan membuat sambungan antara aorta dengan arteri pulmonal. Metode yang paling dikenalialah Blalock-Taussig shunt, yaitu a. Subklavia ditranseksi dan dianastomosis end-to-side ke a. pulmonal ipsilateral. Tingkat mortalitas metode ini dilaporkan kurang dari 1%. Tata laksana ToF tergantung dari beratnya gejala dan dari tingkat hambatan pulmoner. Operasi merupakan satu-satunya terapi kelainan ini, bertujuan meningkatkan sirkulasi arteri pulmonal.
Dikenal pula modified Blalock-Taussig shunt menggunakan Goretex graft untuk menghubungkan a. subklavia dengan a pulmonal. Potts shunt yaitu anastomosis side-to-side antara aorta desenden dengan a. pulmonal. Waterston-Cooley shunt, mirip dengan Potts shunt yaitu anastomosis side-to-side antara aorta asenden dengan a. pulmonal. Bedah koreksi menjadi pilihan tata laksana ToF ideal yang bertujuan menutup defek septum ventrikel, reseksi area stenosis infundibulum, dan menghilangkan obstruksi aliran darah ventrikel kanan. Kebanyakan pusat kesehatanhanya akan melakukan operasi korektif pada usia tiga sampai enam bulan. Jika operasi harus dilakukan sebelumnya, maka operasi paliatif menjadi pilihan utama. Kapan saat operasi untuk mendapatkan hasil yang optimal masih belum dapat ditentukan.
H.    Komplikasi
1.      Penyakit vaskuler pulmonel
2.      Deformitas arteri pulmoner kanan
3.      Perdarahan hebat terutamapada anak dengan polistemia
4.      Emboli atau thrombosisserebri, resiko lebih tinggi pada polisistemia,anemia, atau sepsis
5.      Gagal jantung kongestif jika piraunya terlalu besar
6.      Oklusi dini pada pirau
7.      Hemotoraks
8.      Sianosis persisten
9.      Efusi pleura
10.  Trombosis pulmonal
11.  Anemia relative
12.  Abses otak
13.  Kerusakan nervus frenikus
14.  Aritmia
15.  Hipertensi pulmonal
16.  Endokarditis bakterialiastis

I.        Prognosis
Kemajuan yang pesat di bidang sains dan teknologi kedokteran telah memungkinkan masalah kecacatan pada jantung dalam PJK boleh diperbaiki melalui pembedahan atau penggunaan alat buatan di jantung seperti injap dan perentak buatan. Melalui pembedahan, prognosis untuk kasus-kasus TF bertambah baik.
Prognosis juga bergntung pada tingkat keparahan dari right ventricular outflow tract obstruction (RVOTO):
·         Rata-rata 25% pasien tanpa terapi dengan TOF and RVOTO meninggal pada tahun pertama kehidupan
·         95% pasien meninggal pada 40 tahun
·         Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan termasuk pubertas jika tidak di terapi








J.       KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A.    Pengkajian Keperawatan
1.      Anamnese
·         Keluhan utama / keadaan saat ini
Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan sianotik,bayi tampak biru setelah tumbuh.
  • Riwayat Penyakit keluarga :
Penyakit genetic yang ada dalam keluarga : misalnya down syndrome, Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
·         Riwayat sakit keluarga: penyakit jantung, kelainan bawaan,DM,Hypertensi
·         Riwayat kehamilan:
Usia ibu saat hamil diatas 40 tahun
Program KB hormonal, riwayat mengkonsumsi obat – obat (thalidmide, dextroamphetamine, aminopterin, amethopterin, jamu)
·         Penyakit infeksi yang diderita ibu : rubella ( campak Jerman ) atau infeksi virus lainnya, Pajanan terhadap radiasi selama kehamilan, Ibu yang alkoholik, Gizi ang buruk selama kehamilan, Pajanan yang terjadi sebelum akhir bulan ke dua atau minggu ke 8 karena pembentukan jantung berlangsung sampai dengan minggu ke dua
2.      Riwayat Tumbuh
Pertumbuhan berat badan
Kesesuaian berat badan dengan usia
Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena fatiq selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori sebagai akibat dari kondisi penyakit
3.      Riwayat perkembangan / psikososial
·         Kemampuan psikososial
·         Kesesuaian kemampuan psikososial dengan usia
·         Kelainan tumbang yang menyertai
·         Mekanisme koping anak / keluarga
·         Pengalaman hospitalisasi sebelumnya
4.      Perubahan status  kesadaran dan sirkulasi:
·         Riwayat kejang,pingsan, sianosis
5.      Pola  aktifitas
·         Toleransi terhadap aktifitas misalnya menangis, makan, mengejan
·         Posisi tubuh setelah aktifitas : kneechest, sguanting
·         Adakah kelelehan saat menyusu
6.      Pemenuhan kebutuhan nutrisi
·         Kemampuan makan / minum
·         Apakah bayi mengalami kesulitan untuk menyusu
·         Hambatan pemenuhan kebutuhan nutrisi
7.      Tingkat pengetahuan anak dan keluarga
·         Pemahaman tentang diagnose
·         Pengetahuan dan penerimaan terhadap prognosis
·         Regimen pengobatan dan perawatan
·         Rencana perawatan di rumah
·         Rencana  pengobatatan dan perawatan lanjutan

B.     Pemeriksaan Fisik
1.      Tanda Vital
·         Suhu
·         Nadi
·         Tekanan darah
·         Pernafasan

2.      Pemeriksaan Fisik ( head to toe )
·         Adanya Sianosis terutama pada bibir dan kuku, dapat terjadi sianosi menetap ( morbus sereleus )
·         Pada awalnya BBL belum ditemukan sianotik , bayi tampak biru setelah tumbuh
·         Berat badan bayi tidak bertambah
·         Clubbing finger tampak setelah usia 6 bulan
·         Auscultasi didapatkan murmur pada batas kiri sternum tengah sampai bawah
·         Dispnea de’effort dan kadang disertai kejang periodic (spells) atau pingsan
·         Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung lambat
·         Serangan sianosis mendadak ( blue spells / cyanotic spells , paroxysmal hyperpnea , hypoxia spells ) ditandai dengan dyspnea, napas cepat dan dalam, lemas, kejang, sinkop bahkan sampai koma dan kematian.
·         Anak akan sering Squatting (jongkok) setelah anak dapat berjalan, setelah berjalan beberapa lama anak akan berjongkok dalam beberapa waktu sebelum ia berjalan kembali.
·         Pada auskultasi terdengar bising sistolik yang keras didaerah pulmonal yang semakin melemah dengan bertambahnya derajat obstruksi.
·         Bunyi jantung  I normal. Sedang bunyi jantung II tunggal dan keras.
·         Bentuk dada bayi masih normal, namun pada anak yang lebih besar tampak menonjol akibat pelebaran ventrikel kanan.
·         Ginggiva hipertrofi,gigi sianotik
·         Setelah melakukan aktifitas, anak selalu jongkok ( squanting ) untuk mengurangi hipoksi dengan posisi knee chest
3.      Pemeriksaan Penunjang
·         Rontgen thorax:  menunjukkan  peningkatan atau penurunan aliran pulmoner, tak ada bukti – bukti pembesaran jantung, bentuk seperti bot
·         EKG:  menunjukkan hypertrofi ventrikel kanan, hypertrofi  ventrikel kiri atau keduanya
·         Nilai gas darah arteri : PH turun, PO2 turun,PCO2 naik
·         Haemoglobin atau hematokrit : memantau viskositas darah dan mendeteksi adanya anemia defisiensi besi
·         Jumlah trombosit : menurun
·         Ekokardiogram : mendeteksi defek septum,posisi aorta,dan stenosis pulmoner
·         Kateterisasi jantung : peningkatan sistemik dalam ventrikel kanan, penurunan tekanan arteri pulmoner dengan penurunan saturasi hemoglobin arteri.
·         Uji telan barium menunjukkan pergeseran trachea dari garis tengah kea rah kiri
·         Radiogram abdomen: mendeteksi kemungkinan adanya kelainan congenital lain

C.    Diagnosa Keperawatan  yang mungkin muncul  :
1.      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hyperventilasi
2.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi dan ventilasi
3.      Penurunan curah jantung berhubungan dengan  kelainan jantung : tetralogi of Fallot
4.      Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan transport oksigen melalui alveoli dan membrane kapiler
5.      Risiko cidera
6.      Ketidakseimbangan  nutrisi kurang dari kebutuhan  tubuh  berhubungan dengan fatiq selama makan,peningkatan kebutuhan kalori dan penurunan nafsu makan
7.      Intoleransi terhadap aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
8.      Kurang pengetahuan keluarga ttg diagnostic,prognosa,perawatan dan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif ,kesahan dalam memahami informasi yang ada,kurang pengalaman.
9.      Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kelainan congenital : tetralogi of fallot
10.  PK. Hipoxia
11.  PK. Embolisme paru














KASUS
An.T berumur 8 bulan dibawa orang tuanya ke RS Medika Respati dengan rencana operasi BTS (Blalock-Taussig shunt). Pasien didiagnosa TOF sejak kehamilan ibunya memasuki trimester ke 3. Ibu mengatakan  anaknya sejak lahir mengalami kebiruan pada saat menangis dan menyusui. Ibu sudah pernah dijelaskan oleh medis tentang situasi anaknya. Bayi lahir secara SC dengan nilai apgar score 6 (Warna kulit tubuh normal merah muda, tetapi kepala dan ekstermitas kebiruan, nadi 120 x/menit, menangis lemah ketika distimulus, sedikit gerakan, dan respirasi lemah dan tidak teratur) . Ibu juga mengatakan bahwa dirumahnya dia memelihara banyak kucing dan ayahnya memelihara burung. Pada usia kehamilan trimester 3 hasil USG 4D, ibunya didiagnosa terinfeksi virus rubella. Tetapi ibu tetap mempertahankan kehamilannya. Saat rencana operasi ini, ibu sangat cemas dengan kondisi anaknya, karena ini anak pertamanya dan masih kecil. Sekarang sudah memasuki hari pertama post operasi BTS. Dari hasil pemeriksaan fisik terdapat sianosis pada bibir dan kuku dan saat pemeriksaan COR terdengar suara murmur. TTV : TD: 140/100 mmHg  N: 120x/Menit, RR: 32 x/Menit dan T: 37,5 oC. Hasil antoprometri BB 5 kg dan panjang badan 55 cm. Hasil pemeriksaan Ekokardiogram : Defek septum ventrikel sedang, stenosis pulmonal kecil dan over riding aorta kecil.  Hasil radiology corak paru dalam batas normal dan tidak terdapat kardiomegali. Pasien terpasang oksigen RM 8 liter dan infus mikro RL 15 Tmp.















ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.T DENGAN DIAGNOSA MEDIS
TETRALOGI OF FALLOT
(TOF)

Nama Perawat             : Kelompok 5
Tanggal Pengkajian    : 20 Oktober 2016
Jam Pengkajian           : 08.00 WIB

A.    Pengkajian
1.      BIODATA
a.       Pasien
Nama                           : An. T
Umur                           : 8 Bulan
Agama                         : Islam
Pendidikan                  : Belum sekolah
Pekerjaaan                   : -
Status Pernikahan        : -
Jenis Kelamin              : Laki – laki
Alamat                        : Jugoyudan, wates, Yogyakarta
Tanggal masuk RS      : 18 Oktober 2016
Jam MRS                    : 08.00 WIB
Diagnosa Medis          : Tetralogi Of Fallot (TOF)

b.      Penanggung Jawab
Nama                           : Ny.M
Umur                           : 25 Tahun
Agama                         : Islam
Pendidikan                  : SMA
Pekerjaaan                   : Buruh
Status Pernikahan        : Menikah
Alamat                        : Jugoyudan, wates, Yogyakarta
Hubungan dgn klien    : Ibu

2.      Keluhan Utama
Ibu Klien mengatakan anaknya kebiruan pada saat menangis dan menyusui.

3.      Riwayat Kesehatan
a.       Riwayat kesehatan sekarang
Ibu pasien mengatakan anaknya dari dulu memang sering mengalami kebiruan pada saat menangis dan menyusui, dan pernah diperiksakan ke RS, kemudian diberi penjelasan mengenai kondisi anaknya. Melihat kondisinya semakin memburuk orang tua memutuskan untuk membawa anaknya ke RS. Dan dianjurkan oleh dokter untuk dilakukan operasi pada jantungnya. Setelah operasi selesai anaknya kemudian dirawat di ruang picu.
b.      Riwayat Penyakit Dahulu :
1.      penyakit yang pernah dialami       :   ibu pasien mengatakan anaknya mengalami kebiruan pada saat menangis dan menyusui.
2.      kecelakaan : ibu pasien mengatakan anaknya tidak pernah mengalami kecelakaan
3.      pernah dirawat : ibu pasien mengatakan sebelumnya pernah dirawat di RS 1 kali karena proses persalinan SC.
4.      Operasi : ibu pasien mengatakan anaknya tidak pernah dioperasi .
5.      Alergi : ibu pasien mengatakan anaknya tidak ada riwayat alergi .
6.      Imunisasi : ibu pasien mengatakan anaknya tidak mendapatkan imunisasi lengkap.
7.      Kebiasaan : ibu pasien mengatakan anaknya waktu berumur 0-6 bulan memiliki kebiasaan susah dalam menyusui.
8.      Kebiasaan obat-obatan : ibu pasien mengatakan anaknya tidak  mengkonsumsi obat.
9.      Riwayat Kehamilan : Ibu mengatakan pada saat kehamilan trimester ke 3 pernah terinfeksi virus rubella.

c.       Riwayat penyakit keluarga :
Ibu pasien mengatakan bahwa tidak ada penyakit yang sama dengan anaknya,

d.      Genogram


 










Keterangan :
                        : Laki - laki



    : Perempuan
           
                     : Pasien

                     : Tinggal serumah







4.      Basic Promoting Of Health
a.       Aktivitas dan Latihan
1.      Sebelum Sakit
DS             : Ibu pasien mengatakan sebelum sakit anaknya lebih banyak berbaring dan tidak melakukan aktivitas fisik yang banyak.
2.      Selama Sakit
DS             : Ibu pasien mengatakan selama sakit anaknya lebih banyak berbaring dan tidak melakukan aktivitas fisik yang banyak.
DO            :
-          Pasien lemah
-          Anak tidak beraktivitas di bed

b.      Tidur dan Istirahat
1.      Sebelum sakit
DS : Ibu pasien mengatakan sebelum sakit pasien tidur dari pukul 20.00 – 07.00, dan tidur siang dari pukul 13.00-15.00 tidur pasien dalam batas normal.
2.      Selama sakit
DS : Ibu pasien mengatakan selama sakit anaknya tidak ada masalah tidur, ibu pasien mengatakan anaknya rewel saat ingin tidur.
DO :
-          Tidak ada kantung mata

c.       Kenyamanan dan Nyeri
1.      Sebelum Sakit
DS: Ibu pasien mengatakan sebelum sakit anaknya tidak mengeluh nyeri
2.      Selama Sakit
DS : Ibu pasien mengatakan selama sakit anaknya tidak ada keluhan nyeri.
DO:
-          Tidak ada ekspresi wajah yang menunjukan adanya nyeri
d.      Nutrisi
1.      Sebelum Sakit
DS : ibu pasien mengatakan sebelum sakit anaknya hanya mengonsumsi asi eksklusif.
2.      Selama sakit
DS : ibu pasien mengatakan anaknya anaknya hanya mengonsumsi asi eksklusif.
DO:
-          Tidak ada nutrisi lain selain botol asi eksklusif yang terdapat diruang pasien.

e.       Cairan dan Elektrolit
1.      Sebelum sakit
DS: ibu pasien mengatakan anaknya minum Asi eksklusif setara dengan 3 botol 150cc /hari.
2.      Selama Sakit
DS : ibu pasien mengatakan anaknya hanya diberi Asi setara dengan 3 botol 150cc /hari melalui NGT.
DO:
-          Pasien tidak dehidrasi
-          Botol susu kosong
-          Turgor kulit pasien elastis tidak ada edema.
-          Balance Cairan belum terkaji

f.        Oksigenasi
1.      Sebelum sakit
DS : Ibu pasien mengatakan anaknya mengalami seperti sesak napas.
2.      Selama sakit
DS : Ibu pasien mengatakan selama sakit anaknya mengalami sesak napas dan napasnya cepat dan dangkal.
DO:
-          Pasien terbaring lemah diatas bed
-          Menggunakan otot bantu pernapasan
-          Terpasang Oksigen RM 8 liter

g.      Eliminasi Fekal/Bowel
1.      Sebelum sakit
DS: ibu pasien mengatakan sebelum sakit anaknya BAB 1x sehari dengan konsistensi lembek, bau khas, warna kekuningan, dan tidak bercampur darah.
2.      Selama sakit
DS: ibu pasien mengatakan selama sakit anaknya tidak ada perubahan pada BABnya.
DO :
-          Tidak terlihat tanda – tanda konstipasi.

h.      Eliminasi Urin
1.      Sebelum Sakit
DS: ibu pasien mengatakan sebelum sakit anaknya BAK 5- 6 x sehari dengan bau khas, warna kuning jernih.
2.      Selama Sakit
DS : ibu pasien mengatakan selama sakit anaknya BAK dengan menganti popok sebanyak 1 x sehari dengan bau khas, banyak dan berwarna kuning jernih
DO:
-          Pasien tidak terpasang kateter
-          1 popok bayi setara 100 cc

i.        Sensori,persepsi dan kognitif
1.      Sebelum sakit
DS: ibu pasien mengatakan anaknya tidak mengalami gangguan panca indranya,pasien dapat melihat ,mendengar,dan mencium dengan baik.
2.      Selama sakit
DS : ibu pasien mengatakan anaknya tidak mengalami gangguan panca indranya,pasien dapat melihat ,mendengar,dan mencium dengan baik.
DO :
-          Pasien tidak mengalami hambatan untuk menggunakan pancaindaranya.

5.      Pemeriksaan fisik
a.       Keadaan umum : composmentis
GCS : E4M6V5
Vital sign :TD       :  140/100 mmHg
                  Nadi    : 120x/menit ( irama irreguler) kekuatan nadi : Kuat
                                    RR       : 32 x/menit irama ireguler
                                    Suhu    : 37,5 oC

b.      Kepala
Kulit kepala    : kulit kepala pasien tidak kotor dan berminyak
Rambut           : rambut pasien tidak rontok dan berminyak  
Muka               : muka simetris tidak ada hematom dan lesi
Mata                : mata pasien simetris kunjongtiva anemis,pupil iskohor,sklera anikterik,tidak terjadi perdarahan pada mata,visus normal kanan kiri , lapang pandang klien baik.
Hidung            : tidak terjadi labiopalatostisis,tidak terjadi epistaksis.
Mulut              : mulut pasien tidak terjadi stomatitis,mukosa bibir sianosis
Telinga            : telinga pasien simetris, tidak terdapat lesi dan tidak terjadi gangguan pendengaran dan tidak menggunakan alat bantu dengar.

c.       Leher
Leher pasien normal tidak terjadi tidak terjadi pembesaran tongsil, tidak terdapat lesi dan hematom.

d.      Dada
Bentuk : simetris, tidak ada barrel chest, funnel chest, pigeos chest terlihat, otot bantu pernapasan.
a)      Pulmo
Inspeksi     : Antara paru kiri dan kanan simetris, terdapat otot bantu pernapasan
Palpasi       : Fremitus taktil simetris kanan dan kiri
Perkusi      : saat diperkusi terdengar suara sonor disemua lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler tidak ada suara tambahan.
b)      Cor
Inspeksi     : Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi       : Ictus Cordis teraba di ICS V
Perkusi      : tidak terkaji
Auskultasi : terdengar suara Murmur lemah di IC II midclavikula sinistra.

e.       Abdomen
Inspeksi           : Perut simetris perut pasien tidak membuncit
Auskultasi       : Bising usus 10x/mnt
Perkusi            : Redup pada bagian hati, dan tympani pada bagian lambung dan usus
Palpasi             : tidak ada nyeri tekan, tidak terjadi hepatomegali
           
f.        Genetalia
DS : tidak terkaji
DO: tidak terkaji

g.      Rectum
DS : tidak terkaji
DO: tidak terkaji

h.      Ekstremitas
DS: ibu pasien mengatakan pada ekstremitas anaknya tidak ada masalah dan tidak ada pembengkakan
DO:
-          Pemenuhan ADLs pasien dibantu keluarga
-          Tidak terdapat edema pada bagian  ekstremitas atas dan bawah pasien
-          Sianosis pada ektermitas atas dan bawah.
-          CRT: < 2 dtk
-          Kekuatan otot        4444    4444
3333    3333
6.      Psiko Sosio Budaya dan Spiritual
a.       Psikologis
-perasaan pasien setelah mengalami masalah ini adalah :
Ibu pasien mengatakan sangat cemas dengan anak pertamanya yang yang telah dilakukan operasi BTS.
-cara mengatasi perasaan tersebut :
Ibu pasien mengatakan cara untuk mengatasi masalah yang ia hadapi adalah berdoa kepada tuhan agar diberikan kesehatan.
-pengetahuan pasien tentang masalah atau penyakit yang ada :
Ibu pasien mengatakan mengerti mengenai masalah pada anaknya, karena pernah dijelaskan oleh dokter.

b.      Sosial
-aktivitas atau peran dimasyarakat adalah
Ibu pasien mengatakan setiap hari anaknya bersama ibunya dan ayahnya.
-kebiasaan lingkungan yang tidak disukai adalah
Ibu pasien mengatakan anakanya menyukai semua kegiatan dilingkungannya.
c.       Budaya
-Budaya yang diikuti pasien adalah budaya :
Jawa
-kebudayaan yang dianut merugikan kesehatannya :
Budaya yang dianut tidak merugikan kesehatannya.
d.      Spiritual
-aktivitas ibadah sehari-hari
Ibu pasien mengatakan selalu mengajak anakanya untuk ikut pengajian.

7.      DATA PENUNJANG
Tanggal     : 18 Oktober 2016
Jenis Pemeriksaan
Hasil Bacaan
Interprestasi Hasil
Ekokardiogram
-          Defek septum ventrikel sedang,
-          stenosis pulmonal kecil
-          over riding aorta kecil

Tidak normal

Tidak Normal
Tidak Normal
Rontgen Thorax
-          Corak paru dalam batas normal
-          Tidak tampak adanya cardiomegali.
Normal

Normal
Pemeriksaan Lab Darah lengkap
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Eritrosit




10 x 103 gr/dl
12 gr/dl
41 %
150 x 103 gr/dl
4,5 juta ul

Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal










8.      JENIS TERAPI

JenisTerapi
NamaObat
Dosis
FungsiObats
Infus

Oksigen RM
Farmakologi
Parenteral
Ringer Laktat

Oksigen
Cefriaxone
Ketorolac
Ranitidine
15 Tpm

8 liter
100 mg / 24 jam
15 mg / 24 jam
10 mg / 24 jam
Mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi.
Memenuhi kebutuhan oksigenasi
Antibiotik (mencegah infeksi)
Analgesik (Mengatasi nyeri)
Mengontrol asam lambung





ANALISA DATA
                        Nama               : An.T                                                                                      No.RM                        : 13456
                        Umur               : 8 bulan                                                                                  Dx.medis                     : TOF
                        Ruang rawat    : PICU                                                                                     Alamat                        : Jogoyudan, Wates.Yogakarta
TGL/JAM
DATA FOKUS
ETIOLOGI
PROBLEM
20 Oktober 2016
08.00 WIB
DS :
-          Ibu Klien mengatakan anaknya kebiruan pada saat menangis dan menyusui.
-          Ibu pasien mengatakan selama sakit anaknya mengalami sesak napas dan napasnya cepat dan dangkal.
DO :
-          Menggunakan otot bantu pernapasan
-          RR : 32 x/menit irama ireguler
-          Terpasang Oksigen RM 8 liter
-          Terdengar suara Murmur halus ICS II midclavicular sinistra.
-          Nadi           :  120x/menit ( irama irreguler) kekuatan nadi : kuat
-          TD :  140/100 mmHg
-          mukosa bibir sianosis
-          Sianosis pada ektermitas atas dan bawah.
-          stenosis pulmonal kecil
-          over riding aorta kecil




Perubahan frekuensi jantung, perubahan kontraktilitas jantung, dan perubahan irama jantung.
Resiko Penurunan Curah Jantung
20 Oktober 2016
08.00 WIB
DS :
-          Ibu Klien mengatakan anaknya kebiruan pada saat menangis dan menyusui.
-          Ibu pasien mengatakan selama sakit anaknya mengalami sesak napas dan napasnya cepat dan dangkal.
DO :
-          Menggunakan otot bantu pernapasan
-          RR : 32 x/menit irama ireguler
-          Nadi : 120x/menit ( irama irreguler) kekuatan nadi : Kuat
-          mukosa bibir sianosis
-          Terpasang Oksigen RM 8 liter
-          Sianosis pada ektermitas atas dan bawah.
-          stenosis pulmonal kecil
-          over riding aorta kecil
-           



Hiperventilasi
Ketidakefektifan pola napas
20 Oktober 2016
08.00 WIB
DS :
-          Ibu pasien mengatakan anaknya dianjurkan oleh dokter untuk dilakukan operasi pada jantungnya.

DO :
-          Bayi dilakukan tindakan operasi BTS (Blalock-Taussig shunt).
-          Suhu         : 37,5 oC
-          Leukosit 10 x 103 gr/dl


Imunosupresi, penurunan hemoglobin, dan prosedur invasive.
Resiko Infeksi
20 Oktober 2016
08.00 WIB
DS :
-          Ibu pasien mengatakan sangat cemas dengan anak pertamanya yang yang telah dilakukan operasi BTS.
DO :
-          Ibu cemas
-          Anak dilakukan tindakan operasi BTS.
Perubahan besar pada status kesehatan, stresor dan ancaman pada status terkini.
Anxietas Orang tua

DiagnosaPrioritas
1.      Resiko Pernurunan Curah Jantung b.d Perubahan frekuensi jantung, perubahan kontraktilitas jantung, dan perubahan irama jantung.
2.      Ketidakefektifan pola napas b.d Hiperventilasi
3.      Resiko Infeksi b.d Imunosupresi, penurunan hemoglobin, dan prosedur invasive.
4.      Anxietas orang tua b.d Perubahan besar pada status kesehatan, stresor dan ancaman pada status terkini.









RENCANA TINDAKAN
Nama               : An.T                                                                                                  No.RM                        : 13456
Umur               : 8 bulan                                                                                              Dx.Medis                    : TOF
Ruang              : PICU                                                                                                 Alamat                        : Jogoyudan, Wates, Yogyakarta
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan & KriteriaHasil
Intervensi
Rasional
TTD
1
Resiko Pernurunan Curah Jantung b.d Perubahan frekuensi jantung, perubahan kontraktilitas jantung, dan perubahan irama jantung.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan Circulation status & Vital Sign Status ditingkatkan dari rangkin 3 (Moderete deviation form normal range) ke rangking 4 (Mild deviation form normal range), dengan kriteria hasil :
-          Frekuensi pernafasan dalam batas normal, RR: 16 – 24 x/menit.
-          Nadi dalam rentang normal : 70 – 110 x/menit
-          TD dalam batas normal
-          Siastole 100 – 130 mmHg
-          Diastol 70 – 90 mmHg
-          Irama pernafasan regular
-          Tidak menggunakan otot bantu pernafasan
-          Tidak sesak napas



NIC : Cardiac Care
1.      Monitor TTV secara rutin
2.      Catat adanya disritmia jantung
3.      Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output.
4.      Anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien.

Vital Sign Monitoring
5.      Monitor jumlah dan irama jantung.
6.      Monitor bunyi jantung
7.      Monitor frekuensi dan irama pernapasan
8.      Kolaborasi pemberian terapi farmakologi.
1.      Untuk mengetahui keadaan umum pasien
2.      Untuk meminimalkan adanya komplikasi
3.      Untuk mengetahui adanya peningkatan otot jantung
4.      Untuk meminimalkan kerja otot jantung
5.      Untuk mengetahui ketidaknormalan irama jantung
6.      Untuk mengetahui tidak adanya suara tambahan
7.      Untuk memastikan regular atau ireguler
8.      Untuk mempercepat proses penyembuhan.

2
Ketidakefektifan pola napas b.d Hiperventilasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan Repiratorystatus : Airway patency meningkat dari rangking 3 (Moderetedeviation form normal range) kerangking 4 (Mild deviation form normal range), dengan kriteria hasil :
-          Frekuensi pernafasan dalam batas normal, RR: 16 – 24 x/menit.
-          Irama pernafasan regular
-          Tidak menggunakan otot bantu pernafasan
-          Tidak sesak napas
-          Tidak kebiruan pada wajah dan ekstremitas.
NIC : Airway Management
1.      Pantau status oksigenasi dan pernapasan
2.      Auskultasi suara napas, catat adanya suara napas tambahan.
3.      Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi (semi fowler)
4.      Kolaborasi pemberian oksigen.

Vital sign monitoring
5.      Monitor TTV
6.      Monitor adanya cushing triad ( Tekanan nadi yang melebar, bradikardi dan peningkatan siastolik)

1.      Untuk mengetahui pola napas pasien
2.      Untuk mengetahui adanya suara tambahan.
3.      Agar  pasien merasa lebih nyaman
4.      Untuk membantu memaksimalkan oksigen yang dibutuhkan pasien didalam tubuh.
5.      Untuk mengetahui keadaan umum pasien
6.      Untuk mengetahui adanya suara tambahan.

3
Resiko Infeksi b.d Imunosupresi, penurunan hemoglobin, dan prosedur invasive
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan Infection Severity di pertahankan di rangking 5 (None) dengan kriteria hasil:
-           Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi
-          Jumlah Leukosit dalam batas normal : 5.000 – 10.000 gr/dl
-          Suhu dalam batas normal 36,5 – 37,5 oC.
NIC : Infection Control
1.      Monitor peningkatan leukosit
2.      Tingkatkan intake nutrisi
3.      Monitor tanda dan gejala infeksi sistematik dan local
4.      Batasi pengunjung
5.      Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan, panas dan drainase.
6.      Kolaborasi pemberian antibiotic

Vital Sign Monitoring
7.      Monitor TTV

1.      Untuk mengetahui adanya tanda dan gejala infeksi
2.      Untuk memberi cukup nutrisi kepada pasien
3.      Agar mengetahui tanda dan gejala infeksi
4.      Agar meminimalisir untuk terkontaminasi
5.      Untuk mengetahui tanda dan gejala infeksi
6.      Untuk mencegah atau mengobati infeksi
7.      Untukmengetahui status TTV pasien


4
Anxietas orang tua b.d Perubahan besar pada status kesehatan, stresor dan ancaman pada status terkini.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan Anxiety Self-Control meningkat dari rangking 3 (Sometimes demonstrated) ke rangking 4 (Often demonstrated) dengan kriteria hasil :
-          Klien mampu mengungkapkan dan mengidentifikasi gejala cemas
-          Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukan teknik untuk mengontrol cemas
-          Vital sign dalam batas normal
-          Postur tubuh, ekpresi wajah, Bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukan berkurangnya kecemasan.
NIC : Anxiety Reduction
1.      Gunakan pendekatan yang menenangkan
2.      Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
3.      Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
4.      Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress
5.      Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
6.      Identifikasi tingkat cemas
7.      Intruksi pasien menggunakan teknik relaksasi

1.      Untuk membina hubungan saling percaya
2.      Untuk mengetahui harapan pasien untuk mengatasi cemmasnya
3.      Agar pasien mengetahui seberapa besar resiko pada prosedur tersebut.
4.      Untuk mengidentifikasi pandangan pasien terhadap stressor
5.      Agar pasien merasakan ada orang yang peduli kepada situasinya saat ini
6.      Untuk mengetahui seberapa tingkat cemas pasien
7.      Agar pasien dapat mengatasi cemasnya secara mandiri.





ANALISA DATA
                        Nama               : An.T                                                                                      No.RM                        : 13456
                        Umur               : 8 bulan                                                                                  Dx.medis                     : TOF
                        Ruang rawat    : PICU                                                                                     Alamat                        : Jogoyudan, Wates.Yogakarta
TGL/JAM
DATA FOKUS
ETIOLOGI
PROBLEM
20 Oktober 2016
08.00 WIB
DS :
-          Ibu Klien mengatakan anaknya kebiruan pada saat menangis dan menyusui.
-          Ibu pasien mengatakan selama sakit anaknya mengalami sesak napas dan napasnya cepat dan dangkal.
DO :
-          Menggunakan otot bantu pernapasan
-          RR : 32 x/menit irama ireguler
-          Terpasang Oksigen RM 8 liter
-          Terdengar suara Murmur halus ICS II midclavicular sinistra.
-          Nadi           :  120x/menit ( irama irreguler) kekuatan nadi : kuat
-          TD :  140/100 mmHg
-          mukosa bibir sianosis
-          Sianosis pada ektermitas atas dan bawah.
-          stenosis pulmonal kecil
-          over riding aorta kecil




Perubahan frekuensi jantung, perubahan kontraktilitas jantung, dan perubahan irama jantung.
Resiko Penurunan Curah Jantung
20 Oktober 2016
08.00 WIB
DS :
-          Ibu Klien mengatakan anaknya kebiruan pada saat menangis dan menyusui.
-          Ibu pasien mengatakan selama sakit anaknya mengalami sesak napas dan napasnya cepat dan dangkal.
DO :
-          Menggunakan otot bantu pernapasan
-          RR : 32 x/menit irama ireguler
-          Nadi : 120x/menit ( irama irreguler) kekuatan nadi : Kuat
-          mukosa bibir sianosis
-          Terpasang Oksigen RM 8 liter
-          Sianosis pada ektermitas atas dan bawah.
-          stenosis pulmonal kecil
-          over riding aorta kecil
-           



Hiperventilasi
Ketidakefektifan pola napas
20 Oktober 2016
08.00 WIB
DS :
-          Ibu pasien mengatakan anaknya dianjurkan oleh dokter untuk dilakukan operasi pada jantungnya.

DO :
-          Bayi dilakukan tindakan operasi BTS (Blalock-Taussig shunt).
-          Suhu         : 37,5 oC
-          Leukosit 10 x 103 gr/dl


Imunosupresi, penurunan hemoglobin, dan prosedur invasive.
Resiko Infeksi
20 Oktober 2016
08.00 WIB
DS :
-          Ibu pasien mengatakan sangat cemas dengan anak pertamanya yang yang telah dilakukan operasi BTS.
DO :
-          Ibu cemas
-          Anak dilakukan tindakan operasi BTS.
Perubahan besar pada status kesehatan, stresor dan ancaman pada status terkini.
Anxietas Orang tua

DiagnosaPrioritas
1.      Resiko Pernurunan Curah Jantung b.d Perubahan frekuensi jantung, perubahan kontraktilitas jantung, dan perubahan irama jantung.
2.      Ketidakefektifan pola napas b.d Hiperventilasi
3.      Resiko Infeksi b.d Imunosupresi, penurunan hemoglobin, dan prosedur invasive.
4.      Anxietas orang tua b.d Perubahan besar pada status kesehatan, stresor dan ancaman pada status terkini.









RENCANA TINDAKAN
Nama               : An.T                                                                                                  No.RM                        : 13456
Umur               : 8 bulan                                                                                              Dx.Medis                    : TOF
Ruang              : PICU                                                                                                 Alamat                        : Jogoyudan, Wates, Yogyakarta
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan & KriteriaHasil
Intervensi
Rasional
TTD
1
Resiko Pernurunan Curah Jantung b.d Perubahan frekuensi jantung, perubahan kontraktilitas jantung, dan perubahan irama jantung.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan Circulation status & Vital Sign Status ditingkatkan dari rangkin 3 (Moderete deviation form normal range) ke rangking 4 (Mild deviation form normal range), dengan kriteria hasil :
-          Frekuensi pernafasan dalam batas normal, RR: 16 – 24 x/menit.
-          Nadi dalam rentang normal : 70 – 110 x/menit
-          TD dalam batas normal
-          Siastole 100 – 130 mmHg
-          Diastol 70 – 90 mmHg
-          Irama pernafasan regular
-          Tidak menggunakan otot bantu pernafasan
-          Tidak sesak napas



NIC : Cardiac Care
1.      Monitor TTV secara rutin
2.      Catat adanya disritmia jantung
3.      Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output.
4.      Anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien.

Vital Sign Monitoring
5.      Monitor jumlah dan irama jantung.
6.      Monitor bunyi jantung
7.      Monitor frekuensi dan irama pernapasan
8.      Kolaborasi pemberian terapi farmakologi.
1.      Untuk mengetahui keadaan umum pasien
2.      Untuk meminimalkan adanya komplikasi
3.      Untuk mengetahui adanya peningkatan otot jantung
4.      Untuk meminimalkan kerja otot jantung
5.      Untuk mengetahui ketidaknormalan irama jantung
6.      Untuk mengetahui tidak adanya suara tambahan
7.      Untuk memastikan regular atau ireguler
8.      Untuk mempercepat proses penyembuhan.

2
Ketidakefektifan pola napas b.d Hiperventilasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan Repiratorystatus : Airway patency meningkat dari rangking 3 (Moderetedeviation form normal range) kerangking 4 (Mild deviation form normal range), dengan kriteria hasil :
-          Frekuensi pernafasan dalam batas normal, RR: 16 – 24 x/menit.
-          Irama pernafasan regular
-          Tidak menggunakan otot bantu pernafasan
-          Tidak sesak napas
-          Tidak kebiruan pada wajah dan ekstremitas.
NIC : Airway Management
1.      Pantau status oksigenasi dan pernapasan
2.      Auskultasi suara napas, catat adanya suara napas tambahan.
3.      Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi (semi fowler)
4.      Kolaborasi pemberian oksigen.

Vital sign monitoring
5.      Monitor TTV
6.      Monitor adanya cushing triad ( Tekanan nadi yang melebar, bradikardi dan peningkatan siastolik)

1.      Untuk mengetahui pola napas pasien
2.      Untuk mengetahui adanya suara tambahan.
3.      Agar  pasien merasa lebih nyaman
4.      Untuk membantu memaksimalkan oksigen yang dibutuhkan pasien didalam tubuh.
5.      Untuk mengetahui keadaan umum pasien
6.      Untuk mengetahui adanya suara tambahan.

3
Resiko Infeksi b.d Imunosupresi, penurunan hemoglobin, dan prosedur invasive
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan Infection Severity di pertahankan di rangking 5 (None) dengan kriteria hasil:
-           Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi
-          Jumlah Leukosit dalam batas normal : 5.000 – 10.000 gr/dl
-          Suhu dalam batas normal 36,5 – 37,5 oC.
NIC : Infection Control
1.      Monitor peningkatan leukosit
2.      Tingkatkan intake nutrisi
3.      Monitor tanda dan gejala infeksi sistematik dan local
4.      Batasi pengunjung
5.      Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan, panas dan drainase.
6.      Kolaborasi pemberian antibiotic

Vital Sign Monitoring
7.      Monitor TTV

1.      Untuk mengetahui adanya tanda dan gejala infeksi
2.      Untuk memberi cukup nutrisi kepada pasien
3.      Agar mengetahui tanda dan gejala infeksi
4.      Agar meminimalisir untuk terkontaminasi
5.      Untuk mengetahui tanda dan gejala infeksi
6.      Untuk mencegah atau mengobati infeksi
7.      Untukmengetahui status TTV pasien


4
Anxietas orang tua b.d Perubahan besar pada status kesehatan, stresor dan ancaman pada status terkini.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan Anxiety Self-Control meningkat dari rangking 3 (Sometimes demonstrated) ke rangking 4 (Often demonstrated) dengan kriteria hasil :
-          Klien mampu mengungkapkan dan mengidentifikasi gejala cemas
-          Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukan teknik untuk mengontrol cemas
-          Vital sign dalam batas normal
-          Postur tubuh, ekpresi wajah, Bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukan berkurangnya kecemasan.
NIC : Anxiety Reduction
1.      Gunakan pendekatan yang menenangkan
2.      Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
3.      Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
4.      Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress
5.      Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
6.      Identifikasi tingkat cemas
7.      Intruksi pasien menggunakan teknik relaksasi

1.      Untuk membina hubungan saling percaya
2.      Untuk mengetahui harapan pasien untuk mengatasi cemmasnya
3.      Agar pasien mengetahui seberapa besar resiko pada prosedur tersebut.
4.      Untuk mengidentifikasi pandangan pasien terhadap stressor
5.      Agar pasien merasakan ada orang yang peduli kepada situasinya saat ini
6.      Untuk mengetahui seberapa tingkat cemas pasien
7.      Agar pasien dapat mengatasi cemasnya secara mandiri.